Lahan pertanian menurut bentuk fisik dan ekosistemnya
dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu Lahan basah dan Lahan kering.
Berikut ini adalah penjelasan dua macam bentuk fisik dan ekosistem lahan
pertanian, yaitu :
1. Lahan Basah
Lahan basah atau wetland adalah
wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen
(menetap) atau musiman. Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air,
baik alami maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau tergenang, tawar
asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang
dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya
kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.
Manfaat Lahan Basah, antara lain:
1) Mencegah banjir
2) Mencegah abrasi
pantai
3) Mencegah intrusi air
4) Menghasilkan material
alam yang bernilai ekonomis
5) Menyediakan manusia
akan air minum, irigasi, mck, dsb.
6) Sebagai sarana
transportasi
7) Sebagai sarana
pendidikan dan penelitian
Berikut ini adalah jenis-jenis lahan basah,
diantaranya :
A. Sawah
Sawah adalah sebidang lahan
pertanian yang kondisinya selalu ada dalam kondisi basah dan kadar air yang
dikandungnya selalu di atas kapasitas lapang. Sebidang sawah dicirikan oleh
beberapa indicator, yaitu :
1) Topografi selalu rata
2) Dibatasi oleh
pematang
3) Diolah selalu pada
kondisi berair
4) Ada sumber air yang
kontinyu, kecuali sawah tadah hujan an sawah rawa
5) Kesuburan tanahnya
relative stabil meskipun diusahakan secara intensif, dan
6) Tanaman yang utama
diusahakan petani padi sawah
Sawah berdasarkan system irigasinya / pengairan
dibedakan menjadi beberapa macam sebagai berikut :
1) Sawah pengairan teknis : sawah yang
bersumber pengairannya berasal dari sungai, artinya selalu tersedia sepanjang
sepanjang tahun, dan air pengairan yang masuk ke saluran primer, sekunder, dan
tersier volume terukur. Oleh karena itu, pola tanam pada sawah teknis ini lebih
fleksibel dibandingkan dengan sawah lainnya. Ciri sawah jenis ini dalam pola
tanamnya sebagian besar selalu padi – padi, meskipun ada pola tanam lain
biasanya terbatas di daerah – daerah yang para petaninya sudah mempunyai
orientasi ekonomi yang tinggi, seperti di daerah kebupaten Kuningan dan
kabupaten Garut.
2) Sawah
pengairan setengah teknis : sawah yang sumber pengairannya dari sungai,
ketersediaan airnya tidak seperti sawah pengairan teknis, biasanya air tidak
cukup tersedia sepanjang tahun. Pola tanam pada sawah ini biasanya padi –
palawija atau palawija – padi. Sawah tipe ini banyak terdapat di daerah
kabupaten Garut bagian selatan, kabupaten Cianjur selatan, dan kabupaten
Sukabumi selatan.
3) Sawah
pengairan pedesaan : sawah yang sumber pengairannya berasal dari
sumber-sumber air yang terdapat di lembah-lembah bukit yang ada di sekitar
sawah yang bersangkutan. Prasarana irigasi seperti saluran, bendungan dibuat
oleh pemerintah desa dan petani setempat, serta bendungan irigasi umumnya tidak
permanen. Pola tanam pada sawah pengairan pedesaan ini biasanya padi – padi,
dan padi – palawija, atau padi – bera. Petani yang melakukan padi – padi
biasanya terbatas di daerah-daerah yang berdekatan degan sumber air saja,
sedangkan yang jauh biasanya hanya ditanami padi sekali saja pada musim
hujan dan pada musim kemarau dibiarkan bera. Sawah jenis ini hampir di seluruh
kabupaten ada namun luasanya terbatas sekali.
4) Sawah
tadah hujan : sawah yang sumber pengairannya bergantung pada ada atau
tidaknya curah hujan. Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah yang
topografinya tinggi dan berada di lereng-lereng gunung atau bukit yang tidak
memungkinkan dibuat saluran irigasi. Oleh karena itu, pada sawah semacam ini
pola tanamnya adalah padi – bera, padi – palawija, dan palawija – padi.
5) Sawah
rawa : sawah yang sumber airnya tidak dapat diatur. Karena sawah ini
kebanyakan terdapat di daerah lembah dan cekungan atau pantai. Kondisinya
selalu tergenang air karena airnya tidak dapat dikeluarkan atau diatur sesuai
dengan kebutuhan. Ciri utama sawah rawa adalah diolah atau ditanami pada musim
kemarau dan dipanen menjelang musim hujan. Tanaman yang utama adalah padi rawa
yang mempunyai sifat tumbuhnya mudah menyesuaikan dengan permukaan air apabila
tergenang melebihi batas permukaan atau dilanda banjir. Sawah rawa banyak
terdapat di kabupaten Kawarang sebelah utara, kabupaten Indramayu, dan di
pulau-pulau luar Jawa, seperti Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatera Selatan.
6) Sawah
rawa pasang surut : sawah yang system pengairannya dipengaruhi naik dan
turunnya air laut (pasang laut). Ciri khas sawah pasang surut ini adalah bahwa
pengolahan tanah sangat sederhana yaitu hanya pembabatan rumput pada musim
kemarau menjelang musim hujan tiba dan panen pada musim hujan. Sawah rawa
pasang surut ini banyak terdapat sepanjang sungai yang besar – besar seperti di
Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Irian Jaya.
7) Sawah
Lebak : sawah yang terdapat dikanan-kiri tebing sungai dan di delta-delta
sungai yang besar. Sawah ini sumber pengairannya dari sungai yang bersangkutan.
Pemasukan airnya dilakukan dengan memakai alat pengeduk seperti timba atau
kincir air yang dibuat di sebelah kiri kanan sawah yang bersangkutan. Sawah
jenis ini biasanya ada pada musim kemarau ketika air sungai yang bersangkutan
surut, pengolahan dan penanaman pada musim kemarau dan panen menjelang musim
hujan. Sawah lebak terdapat di Jawa Timur lembah Bengawan Solo, Kali Berantas,
dan Delta Musi di Sumatera Selatan.
B.
Rawa
lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman
akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika,
kimiawi dan biologis / semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami,
atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen
atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada
saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa adalah gudang harta
ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut
"pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah
polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki
nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain,
sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
C. Hutan mangrove
Suatu
tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang
terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas
dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap
garam (Kusmana et al, 2003). Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa
Portugis ”Mangue” dan bahasa Inggris ”grove” (Macnae, 1968 dalam Kusmana et al,
2003). Dalam bahasa inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas
tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu
jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga
dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau
(bahasa Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan
negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan
bakau. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya
pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai
sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya.
Pantai-pantai ini tepat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari
angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau massa daratan di belakang terumbu
karang di lepas pantai yang terlindung (Nybakken, 1998).
D. Terumbu karang
Sekumpulan hewan karang yang
bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Hewan
karang bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna dan bentuk beraneka
rupa. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan pembentuk utama terumbu karang
yang menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan tahun membentuk
terumbu karang. Zooxanthellae merupakan suatu jenis algae yang bersimbiosis
dalam jaringan karang. Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis menghasilkan
oksigen yang berguna untuk kehidupan hewan karang.
E. Padang lamun
Ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir dan
didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales yang
beradaptasi di air asin. Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut
dangkal (kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari
perairan (selalu tergenang). Terkadang, vegetasi lamun dijumpai setelah
vegetasi mangrove dan fungsinya dapat berperan sebagai filter lumpur /tanah
yang hanyut bersama air ke pantai setelah mampu lolos tertahan oleh perakaran
vegetasi mangrove. Padang lamun juga dapat dilihat sebagai ekosistem antara
ekosistem mangrove dan terumbu karang. Di Taman Nasional Komodo, lamun adalah
sumber pakan utama duyung.
F. Danau
Suatu cekungan pada permukaan bumi yang berisi air. Danau dapat
memiliki manfaat serta fungsi seperti untuk irigasi pengairan sawah, ternak
serta kebun, sebagai objek pariwisata, sebagai PLTA atau pembangkit listrik
tenaga air, sebagai tempat usaha perikanan darat, sebagai sumber penyediaan air
bagi makhluk hidup sekitar dan juga sebagai pengendali banjir dan
erosi.
Berikut ini adalah jenis-jenis danau yang ada di
Indonesia :
1. Danau
Buatan / Waduk : danau yang secara sengaja dibuat oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan air pertanian, perikanan darat, air minum, dan lain
sebagainya. Contoh : Waduk Jatiluhur di Jawa Barat.
2. Danau
Karst : danau yang berada di daerah berkapur di mana yang berukuran kecil
disebut doline dan yang besar dinamakan uvala.
3. Danau
Tektonik : danau yang terjadi akibat adanya aktivitas / peristiwa tektonik
yang mengakibatkan permukaan tanah pada lapisan kulit bumi turun ke bawah
membentuk cekung dan akhirnya terisi air. Contoh yakni : Danau Toba di Sumatera
Utara.
4. Danau
Vulkanik / Danau Kawah : danau yang terbentuk pada bekas kawah gunung
berapi. Contoh yaitu : Danau Batur di Bali.
G. Sungai
Sungai adalah bagian permukaan bumi yang terbentuk secara alami dan
letaknya lebih rendah dari tanah di sekitarnya dan menjadi tempat / saluran
mengalirnya air tawar dari darat menuju ke laut, danau, rawa atau ke
sungai yang lain.
Ada
bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan sumber airnya sungai dibedakan menjadi
tiga macam yaitu: sungai hujan, sungai gletser, dan sungai campuran.
i. Sungai Hujan :
sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mataair. Contohnya adalah
sungai-sungai yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
ii. Sungai Gletser
: sungai yang airnya berasal dari pencairan es. Contoh sungaiyang airnya
benar-benar murni berasal dari pencairan es saja (ansich) boleh dikatakan
tidak ada, namun pada bagian hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di
Peg.Himalaya) dan hulu sungai Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan
Alpen) dapat dikatakan sebagai contoh jenis sungai ini.
iii. Sungai Campuran : sungai
yang airnya berasal dari pencairan es (gletser) ,dari hujan, dan dari sumber
mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Diguldan sungai Mamberamo di
Papua (Irian Jaya).
Berdasarkan
debit airnya (volume airnya), sungai dibedakan menjadi 4 macam, yaitu sungai
permanen, sungai periodik, sungai episodik, dan sungai ephemeral:
i. Sungai Permanen :
sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini
adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam diKalimantan. Sungai Musi,
Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
ii. Sungai Periodik :
sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,sedangkan pada musim kemarau
airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapatdi pulau Jawa misalnya
sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah.Sungai Progo dan sungai
Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantasdi Jawa Timur.
iii. Sungai Episodik :
sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan padamusim hujan airnya banyak.
Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulauSumba.
iv. Sungai Ephemeral :
sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.Pada hakekatnya sungai jenis
ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya sajapada musim hujan sungai jenis
ini airnya belum tentu banyak.
2. Lahan Kering
Lahan kering adalah lahan yang digunakan untuk usaha petanian dengan
menggunakan air secara terbatas dan biasanya mengharapkan dari curah hujan.
Lahan ini memiliki kondisi agro-ekosistem yang beragam, umumnya berlereng
dengan kondisi kemantapan lahan yang kurang atau peka terhadap erosi terutama
bila pengolahannya tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah.
Lahan usahatani kering menurut keadaan fisiknya dapat
dibedakan atas :
1) Ladang : lahan usahatani kering yang
bersifat berpindah-pindah. Cara terbentuknya ladang adalah sebagai berikut,
hutan ditebang lalu di bakar, setelah dibakar lalu ditanami pada ladang / huma
atau palawija seperti jagung, kacang-kacangan, dll. Baik yang ditanam secara
tersendiri maupun dengan cara tumpangsari. Setiap lahan ladang ini biasanya
hanya untuk empat sampai enam musim tanam saja, untuk selanjutnya ditinggalkan
yang kemudian hari dapat dibuka kembali setelah subur kembali. Biasanya pada
waktu akhir ditanami, ladang tersebut ditanami tanaman tahunan seperti karet
atau kopi sebagai bukti bahwa ladang tersebut telah ada yang menguasainya, dan
berfungsi sebagai batas apabila di kemudian hari akan dibuka kembali.
Dari gambaran di atas, dapat disimpulkan pada lahan ladang ini petani tidak
melakukan usaha pelestarian kesuburan lahan. Peningkatan produktivitas lahan
terjadi secara alami saja, karena itu apabila pengembalian produktivitas
tersebut tidak berjalan dengan baik, maka menimbulkan padang alang-alang secara
meluas. Ladang lahan ini banyak terdapat di Sumatera bagian selatan, Lampung,
dan Kalimantan Selatan. Sistem usaha berladang (shift-ing cultivation) ini
merupakan salah satu usaha pemborosan sumber daya alam tanah.
2) Tegalan : kelanjutan dari system berladang,
hal ini terjadi apabila hutan yang mungkin dibuka untuk kegiatan usaha
pertanian tidak memungkinkan lagi. Lahan usahatani tegalan sifatnya sudah
menetap. Pola tanam biasanya campur atau tumpang sari antara padi ladang dan
palawija (jagung, kacang-kacangan, ubikayu, dll). Di lahan tegal biasanya hanya
diusahakan pada musim hujan saja, sedangkan pada musim kemarau diberakan
(dibiarkan) tidak ada tanaman. Pada lahan tegal, usaha pelestarian
produktivitas sudah ada dengan cara pemupukan meskipun terbatas pada saat
ditanami saja, sedangkan pelestarian selanjutnya berjalan secara alami, atau
dibiarkan tumbuh tanaman liar, yang selanjutnya dibabat pada saat akan ditanami
kembali dengan dengan tanaman ekonomi. Produktivitas lahan ini umumnya rendah
dan tidak stabil karena keadaan topografinya tidak mendatar dan tidak dibatasi
oleh pematang atau sengkedan penahan erosi.
3) Kebun : lahan pertanian / usahatani yang
sudah menetap, yang ditanami tanaman tahunan secara permanen / tetap, baik
sejenis meupun secara campuran. Tanaman yang biasa ditanam di lahan kebun
antara lain kelapa dan jenis buah-buahan, seperti mangga, rambutan, dll.
4) Pekarangan : sebidang
lahan usahatani yang ada di sekitar rumah yang dibatasi oleh pagar tanaman
hidup atau pagar mati. Tanaman yang bisa ditanami di pekarangan adalah
buah-buahan, sayur untuk memelihara ternak unggas atau terbak kecil, seperti
kambing dan biri-biri.
5) Kolam : lahan usaha basah tetapi ada di
lingkungan kering. Kolam dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kolam air diam
dan kolam air deras (running water). Kolam biasa digunakan untuk memelihara
ikan atau katak hijau. Usahatani di kolam biasanya dilakukan secara kontinyu
dengan periode produksi sekitar 3 -6 bulan. Jadi dalam setahun dapat empat atau
dua kali panen, ikan yang dipelihara di kolam biasanya secara campur atau
secara tunggal / satu jenis ikan. Usahatani ikan di kolam ada yang bersifat
komersial dan ada juga bersifat hanya untuk keperluan keluarga saja.
6) Tambak : tempat
usaha pemeliharaan ikan yang airnya payau (campran ai laut dan air tawar).
Lokasi tambak umumnya di daerah pantai. Jenis ikan yang dipelihara di tambak,
antara lain bandeng, udang, nila, baik secara tunggal atau campuran.
Dikutip dari:
http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.co.id/2013/10/jenis-jenis-lahan-pertanian-berdasarkan.html
0 komentar:
Posting Komentar